I' m come back, duh maaf ya hampir berminggu-minggu baru kesampean nulis terusan cerbungnya wks. Sekarang kita masuk episode ke 2, judulnya udah liat kan di atas. Oh ya, yang belum baca eps.1 nya wajib baca dulu deh :D Oke langsung aja ya, duh tapi kok gue laper bgtz ya. Eh harus profesional haha. Banyak cetom nih gue, udah kek om-om komentator bola.
"Badai Pasti Berlalu"
Perasaan aneh Aila pun diwakili dengan pertanyaan salah satu siswa.
"Ya dong, gue kan sekarang mau jadi anak rajin, makanya gue dateng pagi," jawab Dian ketika
ditanya salah satu teman di dekatnya. Dian melirik tajam ke arah Aila yang mendengarkan jawabannya tersebut, Aila membuang muka dan bersikap acuh tak acuh. Dian yang diacuhkan merasa kecewa "Sebenernya sih gue dateng pagi karna jam di kamar gue mati. Huft..," sebagian murid yang mendengar celoteh Dian menertawainya, termasuk Aila yang diam-diam juga tertawa kecil dibalik buku-buku tebalnya.
Suasana di dalam kelas sama seperti biasa, ada yang serius mendengarkan penjelasan guru, ada yang diam-diam membaca komik di bawah meja, ada yang tertawa dengan teman sebangkunya, bahkan ada juga yang tidur di kelas. Siswa yang sering tidur di kelas, tidak lain tidak bukan, dia adalah Dian. Setiap memasuki pelajaran yang membosankan diam-diam dia terlelap di balik buku-buku tebal yang dijejerkan seperti membentuk benteng. Tak jarang dia mendapatkan hukuman akibat perbuatannya tersebut, seperti yang terjadi hari ini.
"Coba absen nomer 10 atas nama Ardiana Putri, silahkan kemukakan pendapat kamu soal pencemaran udara"
Dian yang dipanggil masih tertidur pulas di balik buku-bukunya. Tidak mendengar jawaban dari muridnya, Pak Solihin pun mengulangi kata-katanya, kali ini nadanya agak mengancam. Kepanikan mulai terlihat di wajah Ninda, teman sebangku Dian yang sekarang. Semua siswa tahu betul watak dari guru mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut. Ninda menusuk-nusuk tubuh Dian ujung pensilnya, berharap dengan cara itu Dian terbangun. Kenyataannya Dian tetap tertidur, bahkan kali ini dia mengganti posisi kepalanya sehingga buku-buku tebal itu terjatuh. Semua mata tertuju pada Dian, termasuk Pak Solihin, beliau menatap tajam ke arah Dian, terkuak sudah persembunyian Dian. Semua murid di kelas itu menertawai Dian.
"Diaaaaam!" suasana pun hening seketika.
"Aduh berisik banget sih. Huaaah. Gak tau kemaren gue abis begadang nonton bola apa? Huaah" kata Dian sambil perlahan membuka matanya.
"Yan, lo diliatin Pak Solihin tauk!" bisik Ninda.
"Hah?!"
Singkat cerita, Dian mendapat hukuman berdiri di lapangan menghormat kepada Sang Saka Merah-Putih, hukuman ini berlaku sampai jam istirahat tiba.
Saat jam istirahat... Aila masih tetap berada di bangkunya dengan buku-bukunya. Merasa jenuh, dia pun mengeluarkan ipod, sesuatu jatuh dari tasnya. Dua buah wafer, rasa strawberry dan coklat. Aila mengambilnya, terdiam sejenak.
"Ini kan makanan kesukaan gue sama Dian." bisiknya dalam hati.
"Hahaha. Resek lo, Bim. Tapi gue udah biasa sih dijemur gitu, makanya kulit gue eksotis gini haha. Lagian lo ada ada aja sih, Nin, masa bangunin pake pensil, lu kata gue boneka santet ditusuk-tusukin. Ampun deh pada stres ya lo semua. Hahaa." suara tawa Dian yang membahana itu mengejutkan Aila.
"Sekarang dia udah banyak temen, mana mau makan ginian lagi sama gue." Aila pun memasukan kembali wafer-wafernya.
Cinta = mc2
Keesokan harinya, keadaan sedikit berbeda. Dian datang sebelum Aila, hal ini membuat Aila terkejut tapi ia tidak mengeluarkan kata apapun. Dian yang sedang asyik dengan novelnya menghentikan membaca secara tiba-tiba ketika menyadari kedatangan Aila. Lirikan mata itu mengintai tajam ke arah Dian, Aila menyiritkan dahinya melihat cover novel yang dibaca 'mantan sahabatnya' itu."Badai Pasti Berlalu"
Perasaan aneh Aila pun diwakili dengan pertanyaan salah satu siswa.
"Ya dong, gue kan sekarang mau jadi anak rajin, makanya gue dateng pagi," jawab Dian ketika
ditanya salah satu teman di dekatnya. Dian melirik tajam ke arah Aila yang mendengarkan jawabannya tersebut, Aila membuang muka dan bersikap acuh tak acuh. Dian yang diacuhkan merasa kecewa "Sebenernya sih gue dateng pagi karna jam di kamar gue mati. Huft..," sebagian murid yang mendengar celoteh Dian menertawainya, termasuk Aila yang diam-diam juga tertawa kecil dibalik buku-buku tebalnya.
Suasana di dalam kelas sama seperti biasa, ada yang serius mendengarkan penjelasan guru, ada yang diam-diam membaca komik di bawah meja, ada yang tertawa dengan teman sebangkunya, bahkan ada juga yang tidur di kelas. Siswa yang sering tidur di kelas, tidak lain tidak bukan, dia adalah Dian. Setiap memasuki pelajaran yang membosankan diam-diam dia terlelap di balik buku-buku tebal yang dijejerkan seperti membentuk benteng. Tak jarang dia mendapatkan hukuman akibat perbuatannya tersebut, seperti yang terjadi hari ini.
"Coba absen nomer 10 atas nama Ardiana Putri, silahkan kemukakan pendapat kamu soal pencemaran udara"
Dian yang dipanggil masih tertidur pulas di balik buku-bukunya. Tidak mendengar jawaban dari muridnya, Pak Solihin pun mengulangi kata-katanya, kali ini nadanya agak mengancam. Kepanikan mulai terlihat di wajah Ninda, teman sebangku Dian yang sekarang. Semua siswa tahu betul watak dari guru mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut. Ninda menusuk-nusuk tubuh Dian ujung pensilnya, berharap dengan cara itu Dian terbangun. Kenyataannya Dian tetap tertidur, bahkan kali ini dia mengganti posisi kepalanya sehingga buku-buku tebal itu terjatuh. Semua mata tertuju pada Dian, termasuk Pak Solihin, beliau menatap tajam ke arah Dian, terkuak sudah persembunyian Dian. Semua murid di kelas itu menertawai Dian.
"Diaaaaam!" suasana pun hening seketika.
"Aduh berisik banget sih. Huaaah. Gak tau kemaren gue abis begadang nonton bola apa? Huaah" kata Dian sambil perlahan membuka matanya.
"Yan, lo diliatin Pak Solihin tauk!" bisik Ninda.
"Hah?!"
Singkat cerita, Dian mendapat hukuman berdiri di lapangan menghormat kepada Sang Saka Merah-Putih, hukuman ini berlaku sampai jam istirahat tiba.
Saat jam istirahat... Aila masih tetap berada di bangkunya dengan buku-bukunya. Merasa jenuh, dia pun mengeluarkan ipod, sesuatu jatuh dari tasnya. Dua buah wafer, rasa strawberry dan coklat. Aila mengambilnya, terdiam sejenak.
"Ini kan makanan kesukaan gue sama Dian." bisiknya dalam hati.
"Hahaha. Resek lo, Bim. Tapi gue udah biasa sih dijemur gitu, makanya kulit gue eksotis gini haha. Lagian lo ada ada aja sih, Nin, masa bangunin pake pensil, lu kata gue boneka santet ditusuk-tusukin. Ampun deh pada stres ya lo semua. Hahaa." suara tawa Dian yang membahana itu mengejutkan Aila.
"Sekarang dia udah banyak temen, mana mau makan ginian lagi sama gue." Aila pun memasukan kembali wafer-wafernya.
##@@@@##
"Dimas mana nih, katanya mau belajar bareng. Ah lagian gue percaya aja sih, baru juga kenal. Hmm, ah ya udah deh gue pasrah aja. Gak akan sanggup gue ngalahin Aila. Haaaaaaaaah!" Dian menggerutu sendiri, lalu memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya ke bangku taman. Merasakan udara yang keluar masuk saluran pernafasannya.
"Argh! Pokoknya Dian gak boleh nyerah! Gak boleh! Gue bisa sendiri kok. Hmm, dimulai dari ngapalin cos, sin, tan. Cos 0 itu. Berapa ya? Duh kayaknya gue pernah hafal, pernah gak sih gue hafal. Ah masa soal gampang kayak gitu aja gue gak bisa! Woy, cos 0 itu berapa sih ya?"
"Cos 0 itu ya 1."
Dian segera membuka matanya,"Ih Dim, lo ngagetin gue aja. Lama lo, kemana aja sih, gue kira ajakan lo itu bohong."
"Maaf ya, Dian."kata Dimas sambil tersenyum lembut pada Dian.
Tidak berkata, Dian terpaku menatap senyum Dimas yang menurutnya begitu manis.
"Hallloo!" Dimas menggoyang pelan bahu Dian, lalu Dian pun tersadar seperti orang bangun dari pingsan. "Kita langsung belajar aja ya."
Tanpa disadari, matahari pun terbenam. Dari air mukanya, bisa ditebak Dian sedang mabuk rumus fisika. Dimas tidak menyadari kejenuhan Dian, dia terus menjelaskan secara detail rumus per rumus.
"Dim, udahan ah, pusing gue."
"Hihi, iya deh iya. Muka kamu lucu deh kalo begitu. Ya udah deh kita belajarnya sampe sini aja dulu, lagian udah sore, kamu gak pulang?"
"Entar deh, gue ngelenturin jidat dulu, mengkerut nih gara-gara rumus fisika." kata Dian dengan mata terpejam.
"Hehe, kamu lucu ya orangnya. Aku suka deh sama kamu. Kalo gitu aku pulang duluan ya, Dian. Dah."
Belum sempat Dian membalas kata-katanya, Dimas menghilang begitu cepat.
Malamnya Dian membuka buku-bukunya, buku fisika tentunya. Tiba-tiba pikirannya pun terbang jauh, dia memikirkan seseorang yaitu...Dimas. Tapi dia cepat tersadar dari lamunannya, "Baru juga gue kenal, masa gue suka. Ih kayaknya ini masih efek pusing karena dijemur di lapangan atau karena rumus abstrak tadi. Ah entahlah!" pikirannya kacau.
Tanpa disadari, matahari pun terbenam. Dari air mukanya, bisa ditebak Dian sedang mabuk rumus fisika. Dimas tidak menyadari kejenuhan Dian, dia terus menjelaskan secara detail rumus per rumus.
"Dim, udahan ah, pusing gue."
"Hihi, iya deh iya. Muka kamu lucu deh kalo begitu. Ya udah deh kita belajarnya sampe sini aja dulu, lagian udah sore, kamu gak pulang?"
"Entar deh, gue ngelenturin jidat dulu, mengkerut nih gara-gara rumus fisika." kata Dian dengan mata terpejam.
"Hehe, kamu lucu ya orangnya. Aku suka deh sama kamu. Kalo gitu aku pulang duluan ya, Dian. Dah."
Belum sempat Dian membalas kata-katanya, Dimas menghilang begitu cepat.
Malamnya Dian membuka buku-bukunya, buku fisika tentunya. Tiba-tiba pikirannya pun terbang jauh, dia memikirkan seseorang yaitu...Dimas. Tapi dia cepat tersadar dari lamunannya, "Baru juga gue kenal, masa gue suka. Ih kayaknya ini masih efek pusing karena dijemur di lapangan atau karena rumus abstrak tadi. Ah entahlah!" pikirannya kacau.
##@@@@##
Setiap sore, lebih tepatnya setiap pulang sekolah, sesuai perjanjian Dimas dan Dian selalu melakukan belajar bersama. Begitu seterusnya.
"Aaaah, gue pusing, udahan dulu dong!" Dian merebahkan tubuhnya ke bangku taman. "Mending kita nontonin awan. Eh liat deh yang itu bentuknya mirip apel, ya gak?"
"Mana? Ih yang itu mah kayak kepala boneka kali."
Dian masih sibuk memandangi awan dan membuat khayalannya sendiri, lalu dia memejamkan matanya merasakan aliran udara masuk dan keluar lewat rongga hidungnya. Suasana menjadi hening sejenak.
"Aku gak mau kehilangan kamu lagi."
Terdengar suara lirihan pelan, suara itu sangat jelas dan sepertinya sangat dekat dengan telingga Dian ketika diucapkan. Dian segera membuka matanya, mencari sumber suara. Menoleh ke segala arah, namun tak ada seorang pun di dekatnya kecuali buku buku yang berserakan di bawah bangku. Ke mana Dimas?.
"Dimaaas! Gak lucu deh, udah dong gak usah ngumpet-ngumpet gini!"
Tiba-tiba terdengar suara aneh dari balik semak-semak. Langit yang mendung menambah suasana mencekam. Suara mencurigakan itu tampak mendekat, dan semakin mendekat. Dian menoleh kesegala arah, namun yang ada hanya hempasan angin.
"Dim.." suaranya terdengar panik, tubuh Dian bergetar ketakutan.
Suara angin kecanng mengiri suara langkah kaki sesorang. Terdengar samar, tapi kian jelas, mendekat dan terus mendekat. Dan..
"Dimasss!" Dian terbangun dari tidurnya.
"Iya. Udah puas belum tidurnya? Ayo belajar lagi!"
Dian melamun sejenak, tatapannya kosong.
"Hai! Diaaan!" Dimas mendekat mencoba mengoyang tubuh Dian pelan.
Secara tiba-tiba Dian memeluk Dimas, erat. "Gue gak mau kehilangan lo lagi, Dim."
"Eh?! I, iya aku di sini aja kok. Kenapa Dian?"
"Gue suka sama lo, gue sayang sama lo!" kata Dian yang masih mendekap erat Dimas.
Dimas hanya tersenyum, dia membalas pelukan hangat untuk Dian. Tak ada lagi kata yang terucap dari keduanya.
"Aaaah, gue pusing, udahan dulu dong!" Dian merebahkan tubuhnya ke bangku taman. "Mending kita nontonin awan. Eh liat deh yang itu bentuknya mirip apel, ya gak?"
"Mana? Ih yang itu mah kayak kepala boneka kali."
Dian masih sibuk memandangi awan dan membuat khayalannya sendiri, lalu dia memejamkan matanya merasakan aliran udara masuk dan keluar lewat rongga hidungnya. Suasana menjadi hening sejenak.
"Aku gak mau kehilangan kamu lagi."
Terdengar suara lirihan pelan, suara itu sangat jelas dan sepertinya sangat dekat dengan telingga Dian ketika diucapkan. Dian segera membuka matanya, mencari sumber suara. Menoleh ke segala arah, namun tak ada seorang pun di dekatnya kecuali buku buku yang berserakan di bawah bangku. Ke mana Dimas?.
"Dimaaas! Gak lucu deh, udah dong gak usah ngumpet-ngumpet gini!"
Tiba-tiba terdengar suara aneh dari balik semak-semak. Langit yang mendung menambah suasana mencekam. Suara mencurigakan itu tampak mendekat, dan semakin mendekat. Dian menoleh kesegala arah, namun yang ada hanya hempasan angin.
"Dim.." suaranya terdengar panik, tubuh Dian bergetar ketakutan.
Suara angin kecanng mengiri suara langkah kaki sesorang. Terdengar samar, tapi kian jelas, mendekat dan terus mendekat. Dan..
"Dimasss!" Dian terbangun dari tidurnya.
"Iya. Udah puas belum tidurnya? Ayo belajar lagi!"
Dian melamun sejenak, tatapannya kosong.
"Hai! Diaaan!" Dimas mendekat mencoba mengoyang tubuh Dian pelan.
Secara tiba-tiba Dian memeluk Dimas, erat. "Gue gak mau kehilangan lo lagi, Dim."
"Eh?! I, iya aku di sini aja kok. Kenapa Dian?"
"Gue suka sama lo, gue sayang sama lo!" kata Dian yang masih mendekap erat Dimas.
Dimas hanya tersenyum, dia membalas pelukan hangat untuk Dian. Tak ada lagi kata yang terucap dari keduanya.
##@@@@##
Tidak seperti biasanya, Aila pulang dengan jalan memutar melewati taman. Pikirnya dia ingin meluangkan waktu sebentar untuk duduk-duduk di taman atau bermain ayunan. Namun bermain di taman justru mengingatkannya akan sosok yang selalu menemaninya, Dian. Aila menghentikan langkahnya, lalu memutar balik.
"Kalo di sana gue ketemu dia? Ih males banget deh. Pulang aja deh."
Langkahnya berhenti lagi,
"Gak mesti juga dia ke sini kan? Lagian gue kan cuma mau main ayunan."
Aila melangkahkan kaki kembali menuju taman.
Dari kejauhan, terlihat seseorang yang tidak ingin ditemuinya, Dian. Perasaan panikm kesal, marah bercampur di benak Aila. Dia menengok lagi, rasa penasarannya mengalahkan kepanikannya. Dari balik pohon besar, dia melihat Dian secara mendetail. Beberapa pertanyaan terlintas di kepalannya.
"Dian ngapain ke sini bawa-bawa buku? Dia kenapa nangis coba? Sendirian lagi. Terus emangnya itu buku apa sih?"
Bersambung..
Namanya juga cerita bersambung jadi ceritanya bersambung hehe. Tunggu eps yang ketiga ya, judulnya masih dalam proses nih.
0 komentar:
Posting Komentar